Senin, 12 Desember 2011

SEJARAH PONDOK PESANTREN AL HIKMAH

1. PERIODE PERINTISAN

Suatu hari Ki. Muhammad Sobari Lulusan Pondok Pesantren Salafi Pandeglang Jawa Barat (Sekarang menjadi Propinsi Banten) ditemui oleh KH. TB Mahmud, tetangga dan guru beliau di Kampung Baru. Beliau mengajar ngaji di Way Halim, tempat Bapak Sarkat seminggu sekali. Bapak Sarkat memiliki 2 (dua) lokal madrasah dengan tenaga pendidik dari Menes Pandeglang. Setelah liburan, para guru tidak kembali lagi sampai 4 Bulan. Kemudian atas permintaan Bapak Sarkat, KH. TB Mahmud mengajak Ki. Muhammad Sobari untuk meneruskan Madrasah tersebut. Pada Rabu, 2 Ferbruari 1972 M / 16 Dzul Hijjah 1391 H, Ki. Muhammad Sobari diminta menjadi Kepala Madrasah dan dibantu 4 orang guru yaitu Bapak Asyik Kasino, Bapak Johana, SH, Ibu Sarni dan Ibu Jumiati. Madrasah pada waktu berdiri di atas tanah bapak Sarkat dengan ketentuan Hak Pakai. Kemduian Bapak Achmad memberikan tanah wakaf 20 X 20 M2 kemudian dibangunlah ruang belajar dengan bantuan dana Rehab sebesar Rp. 250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Awal Tahun 1974, Ki. Muhammad Sobari aktif di masyarakat terutama masalah agama dan social. Beliau memperbaiki musholla yang sudah cukup tua (dibangun + Tahun 1930) dengan tanah wakaf dari almarhum Bapak Ki. Daslan dengan ukuran 20 X 20 M2 yang kurang termanfaatkan. 
Di Mushalla tersebut Ki. Muhammad Sobari mengadakan pengajian rutin untuk Kaum Bapak, Ibu dan Remaja yang alhamdulillah berkembang dengan cukup pesat. Disamping itu diadakan pula latihan Rebana, Marhaban dan Barjanji.
Pada masa berikutnya status mushalla ditingkatkan menjadi masjid dengan mengajukan permohonan bantuan kepada Bapak Gubernur Lampung dan mendapat bantuan sebesar Rp. 250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga pada waktu itu digunakan sebagai tempat belajar bagi siswa/i Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan para siswa/i melaksanakan shalat berjama'ah di masjid.
Tahun 1984/1985 masjid diperluas dengan bantuan dana dari Bapak Menteri Agama sebesar Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Lalu masjid tersebut diberi nama "NURUL YAQIN".

2. BERDIRINYA MADRASAL AL HIKMAH

Tahun 1976, Ki. Muhammad Sobari bersama Hi. Eli Suhaili tetap rutin membina pengajian di kelurahan Kedaton, Kaliawi, Kelapa Tiga Tanjung Karang.
Setelah itu Ki. Muhammad Sobari berpikiran untuk mendirikan madrasah guna membekali generasi muda dengan ilmu agama. Niat tersebut mendapat dorongan dari pra jama'ah pengajian. 
Tahun 1977 Ki. Muhammad Sobari mengumpulkan bebrapa anak usia sekolah untuk belajar layaknya pada sebuah madrasah dengan memakai masjid Nurul Yaqin sebagai tempat belajar. Lalu murid-murid kelas II, III, IV dan V dari madrasah Mathlaul Anwar (MA) dekat Pasar Pagi Way Halim pimpinan Bapak Sarkat digabungkan dengan Madrasah yang didirkan Ki. Muhammad Sobari. Para siswa/I belajar di masjid Nurul Yaqin selama + 2 Tahun. Yaitu hingga Tahun 1978. 
Tahun Ajaran 1978/1979 jumlah murid yang mendaftar semakin banyak. Sehingga masjid sebagai tempat belajar tidak mampu lagi menampungnya. Atas musyawarah Ki. Muhammad Sobari dengan dewan guru dan saran Bapak PPA Kec. Kedaton, diajukan permohonan bantuan kepada Bapak Guberur Lampung dan alhamdulillah mendapat bantuan Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) 
Tanggal 2 Februari 1980, Ki. Sobari dan Ust. Muhammad Ali Mukti (Alm) berusaha mencari lahan untuk madrasah. Alhamdulillah mendapatkan tanah wakaf dari Bapak Achmad. Ki. Muhammad Sobari sebagai Nadzir. 
Tanggal 6 Februari 1980, dibuat fondasi madrasah. Karena minimnya dana, dicarilah dana melalui jama'ah pengajian-pengajian. Dari infaq inilah dapat terbangun 3 lokal belajar tanpa kap dan tap.
Kemudian Ki. Muhammad Sobari, ust. Muhammad Ali Mukti dan Bapak A. Aziz Hamid (Ketua P3NTR Kel. Kedaton) bersilaturahmi ke rumah Bapak Hi. Ali Hanafiah (Direktur Utama PT Maruman Siregar) di PU kedaton. Keesokan hari Bapak Hi. Ali Hanafiah meninjau pembangunan madrasah lalu memberikan bantuan kayu secukupnya dan dana untuk pembuatan kap madrasah. Sedangkan gentengnya masih ngutang. Semen untuk lantai, paku dan cat tembok infaq dari Bapak Zulkifli Agus, Gg. Balau. Dan pada tahun 1980/1981 murid-murid mulai menempati gedung madrasah yang baru walaupun masih sederhana. 



Tanggal 14 Juli 1981, Bapak Ali Hanafiah memberikan infaq sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah). Uang tersebut digunakan untuk pembelian tanah ukuran 20 X 20 M2 (Satu rante) yang bergandengan dengan lokasi Madrasah. Tahun Ajaran 1981/1982 dibangun pondasi pada tanah tersebut. Dan pada Tahun 1982/1983 untuk pertama kalinya mendapat bantuan rehab ringan dari Kandepag Kodya Bandar Lampung.
Tahun Ajaran 1982/1983, dibuka Raudhatul Athfal (RA/TK) dengan Kepala Sekolah Ibu Rosmiyati dan Madrasah Tsanawiya (MTs) dengan Kepala Madrasah Bapak Drs. Syamsul Ma'arif.
Tanggal 24 Juli 1983, Madrasah mendapat bantuan rehab besar dari Kandepag Kodya Bandar Lampung. Dibangunlah gedung permanen pada pondasi yang sudah disiapkan.
Tahun Ajaran 1984/1985 dibuka cabang AL Hikmah, yaitu MTs AL Hikmah II di desa Karang Anyar Kec. Tanjung Bintang Lampung Selatan. Pengelolaannya dipercayakan kepada Ust. Muhammad Ali Mukti (Alm). Tahun Ajaran 1985/1986 MTs AL Hikmah II mendapat bantuan dari Kandepag Lampung Selatan dan dibangunkan 3 lokal bangunan semi permanen. 
Setelah meninggalnya Ust. Muhammad Ali Mukti, MTs AL Hikmah II tidak bisa berjalan dengan efektif. Dan akhirnya Tahun Ajaran 1999/2000 MTs. Al Hikmah II Karang Anyar tidak lagi menerima siswa baru.

1985 s/d 1989

Madrasah Al Hikmah dari tahun ke tahun terus berkembang dan siswa/i terus bertambah di tengah masyarakat yang kurang mampu. 


Tahun Ajaran 1985/1986 dibuka Madrasah Diniyah di Tanjung Senang dengan lokasi menumpang pada SDN Tanjung Senang. Kemudian mendapat penyerahan sebidang tanah dari Bapak Jamingun (alm) salah seorang jama'ah pengajian Tanjung Seneng.
Lalu mendapat bantuan dari Kandepag Kota Bandar Lampung berupa 2 lokal gedung permanent beserta meubelernya. Gedung tersebut dimanfaatkan untuk TK Al Hikmah II (Pagi) dan Madrasah Diniyah Al Hikmah (Siang).
Karena kondisi masyarakat kebanyakan kurang mampu terutama para siswa/i tamatan MTs, khususnya tamatan MTs Al Hikmah yang + 60 % yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka pada Tahun Ajaran 1987/1988 dibukalah MADRASAH ALIYAH dengan ruang belajar menggunakan gedung yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dana yang dipergunakan untuk membangun gedung Aliyah adalah dana pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) sedang status tanah masih Sewa (Thn 2000 tanah tersebut sudah dibeli / menjadi hak milik)

ASAL USUL NAMA AL HIKMAH

Pemberian nama AL HIKMAH dilatar belakangi perjuangan Ki. Muhammad Sobari yang tidak mengenal lelah yang akhirnya atas karunia Allah SWT menemukan HIKMAH dari perjuangan tersebut yaitu berdirinya madrasah Nama Al Hikmah juga untuk mengenang jasa Bapak Hi. Ali Hanafiah dalam pembangunan dan Pengembangan madrasah yang pada waktu sedang merenofasi masjid AL-HIKMAH di gang PU.

YPPI AL HIKMAH BERBADAN HUKUM

Pada hari Sabtu, Tanggal 9 Januari 1988 M / 19 Jumadil Ula 1408 H, Ki. Muhammad Sobari, Muhammad Syarif Nur, Muhammad Ali Mukti, Syujud Syuhada dan Drs. Syamsul Ma'arif sepakat membentuk satu wadah berbentuk Yayasan yang diberi nama "YAYASAN PENDIDIKAN DAN PERGURUAN ISLAM AL HIKMAH" yang disingkat "YPPI AL HIKMAH" dengan AKTA Notaris JIMMY SIMANUNGKALIT, SH, Nomor : 31 Tanggal 9 Januari 1988.

MERINTIS JALAN MENUJU PONDOK PESANTREN

Tahun 1989, Ki. Muhammad Sobari ingin meningkatkan kegiatan pendidikan Yayasan. Karena siswa/i madrasah AL Hikmah tidak saja berasal dari Bandar Lampung tapi juga dari luar Bandar Lampung. Sebagian siswa/i ada yang Kost dan ada yang dititipkan untuk tinggal dengan keluarga Ki. Muhammad Sobari (dengan kondisi rumah masih geribik dan hanya ada dua kamar) untuk mengikuti kegiatan pengajian yang diasuhnya. 



Melihat kondisi itu, maka Ki. Muhammad Sobari ingin dapat menampung para siswa/i dalam satu wadah pendidikan agama disamping madrasah yaitu Pondok Pesantren. Alhamdulillah niat tersebut mendapat sambutan positif dari Bapak Drs. Syamsul Ma'arif dan pengurus Yayasan lainnya. Pada hari Rabu, tanggal 1 Nopember 1989 M / 2 Rabiuts Tsani 1410 H keluarlah PIAGAM DINIYAH / PONDOK PESANTREN dari Kanwil Departemen Agama Propinsi Lampung Nomor : 04/PP/KD/1989. dengan keluarnya piagam tersebut, kegiatan pengajian terus ditingkatkan walaupun belum memiliki asrama.
Tahun 1990, pengurus Yayasan mengajukan permohonan bantuan gedung asrama kepada Presiden RI. Tahun 1991, permohonan dikabulkan dengan bantuan Rp. 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah). Dana tersebut dibangunkan asrama santri sebanyak 2 unit (8 Kamar). Sedangkan tanahnya membeli dari Bapak Achmad seluas 800 M2 dengan cara mencicil dan baru lunas tahun 1997.



PRIODE PENINGKATAN 

Tahun 1996, Ki. Muhammad Sobari dibantu Drs. Basyaruddin Maisir (menantu beliau) mulai mengadakan peningkatkan, baik fisik maupun non fisik. 
Tahun 1997, Alhamdulillah Pengurus Ponpes Al Hikmah berusaha sekuat tenaga untuk terus menigkatkan kualitas dan kuantias baik fisik maupun non fisik. Maka pada tanggal 1 Muharram 1418 H bertepatan dengan 8 Mei 1997 M dideklarasikan sebagai hari KEBANGKITAN AL HIKMAH

Bidang non fisik :

• Didirikan madrasah Diniyah untuk remaja
• Taman Kanak-Kanak AL Qur'an (TKA) untuk tingkat SD dan Menengah
• Taman Pendidikan AL Qur'an (TPA) untuk anak dibawah umur 6 Tahun
• Memasukkan materi salafi ke pendidikan formal mulai dari TK s/d Aliyah
• Tahun Pelajaran 1999-2000 Madrasah Aliyah menggunakan Kurikulum gabungan dari Departemen Agama dan Kurikulum Kepesantrenan "INTEGRASI KURIKULUM PESANTREN KE KURIKULUM DEPARTEMEN AGAMA" dengan konsekwensi siswa/i harus tinggal di asrama Pondok Pesantren (nyantri).
• Mengadakan pendekatan dengan instansi terkait seperti Depag Pusat, Kanwil Depag, Depag Kota Pemda dan Alim Ulama.
• Membenahi Organisasi yaitu menerapkan Struktur Organisasi

Bidang Fisik

Pengadaan sarana belajar mengajar. 
• 1996 mendapat bantuan meja-kursi belajar siswa 50 Unit dari Walikota B. Lampung
• 1997 mendapat bantuan 1 Unit Komputer dari Depag Pusat
• 1997 mendapat bantuan dana pemasangan listrik untuk asrama dari bapak Hi. Ismed Romas, MBA
• 1997 Membuat sumur dan MCK untuk santri
• 1998 M tepatnya bulan Ramadhan 1419 H dibangun Aula sebagai gedung serba guna dengan dana dari para donatur seperti Ir. Hi. Harisy Hasyim, MA (Ketua Bapeda TK I), Drs. Hi. Husni Anwar, Ir. Musawir Subing, MM. Drs. Hi. Andy Hery. MM. dll. 
• Awal Tahun 1999 M / 1419 H, mendapat bantuan 3 bh mesin jahit, 1 bh mesin obras dari Dinas Perindustrian Propinsi Lampung
• 7 April 1999 mengajukan permohonan bantuan rehab untuk 3 lokal ke Walikota Bandar Lampung. Alhamdulillah dikabulkan bahkan seluruh gedung direhab
• Tahun 2004 Pembangunan gedung Perpustakaan dan Lab Komputer 2 Tingkat
• Tahun 2004 pengadaan Laboratorium Komputer dengan dana Swadaya
• 2007 Bekerja sama dengan BBeC untuk Kursus Komputer bagi siswa dan guru
• 2007 Pembelian tanah untuk lokasi Madrasah dan Asrama (dekat rumah Pengasuh)
• 2007 penambahan Gedung Madrasah (masih sederhana, dengan tembok dari papan) pada lokasi tanah yang baru dibeli (dekat rumah Pengasuh)
• 2007 mendapat bantuan rehab ringan gedung Madarash Aliyah
• Tahun 2008 mendapat bantuan Bantuan Peralatan Laboratorium bahasa dari Bapak Presiden RI
• Pembelian Rumah Sebagai Sekretariat
• Mendapatkan bantuan pembuatan sumur Bor 

KEGIATAN EKONOMI dan PELAYANAN MASYARAKAT

kegiatan ekonomi yang dirintis pada tahun 1998 berupa Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) dengan badan hukum nomor : 83/BH/Kwk.7/III/1998 tanggal 31 Maret 1998 dengan kegiatan Waserda.
Adapaun pelayanan masyarakat adalah diadakannya Majelis Ta'lim untuk kaum Bapak dan Ibu, serta pembinaan mental remaja terutama yang berkaitan dengan Miras dan Narkoba.
KEBERADAAN PONDOK PESANTREN AL HIKMAH DI TENGAH MASYARAKAT
1. Memberdayakan santri dalam bidang agama, sosial dan kebudayaan
2. Mengirim para khatib
3. Imam Taraweh dan ceramah
4. MC
5. Melibatkan santri dalam berbagai kegiatan masyarakat di sekitar pondok seperti, Kematian, Hajatan, Bersih-bersih, dl

KEPEMIMPINAN KOLEKTIF

Pola pengelolaan Pondok Pesantren Al Hikmah pada dasarnya diselenggarakan secara kolektif dan memberikan peluang kepada masyarakat dan keluarga untuk berperan secara aktif demi kemajuan Pondok Pesantren.
Yang dimaksud kepemimpinan Kolektif disini adalah Kiyai merupakan pemegang otonomi tertinggi dibantu oleh Pelaksana Harian (PLH). Yang dalam melaksanakan program, diangkatlah Pimpinan Lembaga-lembaga, Pimpinan-pimpinan Bidang, Karyawan, Guru dan Pengurus Pesantren sesuai kebutuhan dan kemaslahatan.
Para santri juga membentuk kelompok-kelompok untuk menyalurkan bakat dan minat.

Minggu, 16 Oktober 2011

BANI FATIMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Pendahuluan
Apabila dikaji secara mendalam tentang aliran-aliran dalam Islam, maka akan ditemukan aliran Syi’ah .) Aliran ini timbul akibat gejolak politik antar Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Dalam Syi’ah terdapat sekte Imamiyah ) yang menjadi embrio timbulnya sekte Ithna Ashar ) dan sekte Imam Sab’ah )atau yang lebih dikenal dengan sekte Isma’iliyah. )Sekte Isma’iliyah mempunyai beberapa aliran ), salah satunya adalah aliran Fatimiyah. )
Dalam perkembangan sejarahnya, aliran Syi’ah selalu menjadi golongan marginal, baik pada masa daulah Umaiyah maupun daulah Abasiyah, walaupun tatkala Daulah Abasiyah berjuang dan berhasil mengambil alih kekuasaan dari bani Umayyah mempunyai andil besar. Baru pada tahun 172 Hijriyah/ 789 Masehi berdiri Dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Muhammad ibn Abdullah di Maroko. Dinasti Idrisiyah berkuasa sampai tahun 314 Hijriyah/ 926 Masehi. )
Kondisi marginalistik ini membangkitkan aliran Syi’ah dari sekte Isma’iliyah. Gerakan Isma’iliyah ini dipelopori oleh Abdullah ibn Isma’il bersifat gerakan bawah tanah (rahasia). Hal ini disebabkan antara lain sikap Khalifah Harun Al-Rashid yang ingin menangkapnya karena dituduh ingin merebut kekuasaannya. ) Konon, setelah menerima kabar akan penangkapan dirinya, Abdullah meloloskan dirinya dari Madinah ke kota Rayy dalam wilayah Iran Utara. Dari sinilah Abdullah mulai melancarkan gerakan bawah tanah yang terkenal dengan gerakan Isma’iliyah. Gerakan ini dimulai dengan kegiatan dakwah (propaganda). Doktrin yang didakwahkan antara lain bahwa Abdullah yang berhak menduduki Al-Mahdi (juru selamat manusia), menebalkan seorang khalifah (imam) untuk gerakan itu, menuntut berlangsungnya suatu revolusi social, membangun suatu system filasafat yang berdasarkan sebuah agama baru. ) Penyebaran doktrin ini dilaksanakan oleh paragon (da’i) dengan jaringan yang teroganisir secara rapi, sehingga gerakan Isma’iliyah ini merasa aman dan dirasakan cukup efektif, yang pada waktu singkat (sekitar 6 tahun) sudah meliputi Yaman, Bahrain, Sind, India, Mesir dan Afrika Utara. )
Sebenarnya sasaran dakwah gerakan Isma’iliyah itu masih termasuk dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah, yang ketika itu posisi khalifah tidak hanya sebagai simbol dan daerah-daerah itu jauh dari pusat kekuasaan. Hal-hal yang demikian ini dimanfaatkan oleh Abdullah segera mendapat dukungan di kalangan masyarakat luas, termasuk para pembesar kerajaan tidak kurang dari sepuluh orang sudah menganut faham Syi’ah. Pada saat itu Afrika Utara dikuasai oleh Dinasti Aqhlabiyah. Pada tahun 296 Hijriyah/ 909 Masehi Dinasti Aqhlabiyah diperintah oleh Emir Abu Mudhari Ziadatullah yang bersifat glamour dan berfoya-foya. Sifatnya itu sangat tidak disukai rakyatnya, sehingga kesempatan ini dipergunakan oleh Abdullah untuk menyerangnya. Dalam serangan ini Emir merasa terdesak dan melarikan diri ke pulau Sicilia. Dengan dikuasainya Afrika Utara ini kemudian diumumkan terbentuknya Dinasti Fatimiyah dan Abdullah sebagai Emirnya dengan gelar Abdullah A-Mahdi. )
Setelah menjadi Emir, Abdullah Al-Mahdi mengadakan reformasi ke dalam, yaitu merubah sistem perpajakan yang sangat memberatkan dan meresahkan orang Barbar. Hal ini dilakukan karena andil orang Barbar sangat besar. Reformasi ke luar adalah memperkuat angkatan laut untuk mengembangkan ekspedisi militer, seperti Genao, Sicilia dan Mesir. ) Berkat angkatan laut yang kuat daerah per daerah dapat ditaklukkan, termasuk Mesir. Dalam makalah ini akan dibahas tentang terbentuknya Dinasti Fatimiyah, perkembangan, kemajuan dan kehancurannya.



BAB II
PEMBAHSAN

A. TERBENTUKNYA DINASTI FATIMIYAH DI MESIR
Mesir ketika itu dikuasai oleh Dinasti Thaluniyah. Pada saat inilah Mesir mengalami zaman keemasan. ) Ahmad ibn Thalun (pendiri dinasti ini) telah dapat mengukir prestasi yang mengagumkan. Wilayah ekspansinya cukup luas sampai Syuriah, ada peningkatan bidang ekonomi, perbaikan irigasi, mendirikan rumah sakit di Fustat dan mendirikan Masjid Ibn Thalun yang sangat megah. ) Kondisi ini membawa Mesir sebagai pusat kebudayaan yang ternama. Dinati Thaluniyah berkuasa di Mesir sampai tahun 935 Masehi dan digantikan oleh Dinasti Ikhsyid. ) Dinasti Ikhsyid berkuasa sampai tahun 358 Hijriyah/ 969 Masehi. Dan Emir yang terkenal adalah Kafur. )
Sepeninggalan Kafur diteruskan oelh Ahmad ibn Ali yang ketika menjadi emir baru berusia 11 tahun. Roda pemerintahan dikendalikan oleh walinya bernama Ubaidillah ibn Tugj. Sifat dan perangai wali ini sangat buruk, sehingga sering menjengkelkan rakyat Mesir. Tidak kuat menerima perlakuan yang demikian, akhirnya rakyat Mesir memberontak dan berhasil menyingkirkan Ubaidillah ke Syam.
Sementara itu Dinasti Fatimiyah yang berpusat di Tusinia senantiasa memperkuat dan membangun kekuatan militernya. Sepeninggal Ubaidillah Al-mahdi yang telah berkuasa selama 25 tahun (297 hijriyah/ 909 Masehi – 322 Hijriyah/ 934 Masehi) lalu digantikan oleh Al-Qa’im (322 Hijriyah/ 934 Masehi – 334 Hijriyah/ 945 Masehi). Ia meneruskan kebijaksanaan ayahnya, baik ke dalam negeri ataupun ke luar negeri. Setelah Al-Qa’im meninggal digantikan oleh putranya Al-Mansur (334 Hijriyah/ 945 Masehi – 341 Hijriyah/ 952 Masehi). Ia adalah seorang pemuda yang gagah berani, sehingga tatkala Abu Yazid memberontak dapat dikalahkan. Dan peninggalan sejarah yang termasyur adalah bangunan Splended City yang bernama Al-Mansuriyah. )
Setelah Al-Mansur meninggal, digantikan oleh Al-Mu’iz Lidini Allah (341 Hijriyah/ 945 Masehi – 365 Hijriyah/ 975 Masehi). Ia mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan stabilitas keamanan, di samping memperbaiki struktur pemerintahan dengan cara meningkatkan kualitas gubernurnya. Yang ia lakukan adalah memberi hadiah kepada gubernur dan para pemimpin pemerintahan lainnya yang berprestasi dan mempunyai loyalitas tinggi.
Dari gambaran kondisi Mesir dan Dinasti Fatimiyah di Tunisia di atas, dapat ditarik benang merahnya dalam hal ekspansi militer Fatimiyah di Mesir. Sebenarnya ekspansi di Mesir telah dimulai sejak Ubaidillah Al-Mahdi, yaitu tahun 303 Hijriyah – 307 Hijriyah. ) Pada saat itu Mesir dikuasai oleh Dinasti Thaluniyah dengan Emir Dukaus. Saat tentara Fatimiyah kalah dan banyak yang cedera. Kemudian mengadakan serangan berikutnya pada tahun 307 Hijriyah/ 919 Masehi dipimpin langsung oleh Al-Qasim. Dalam serangan ini dapat dikuasai Iskandariyah ), Asminin dan Fuyun.
Ekspansi ketiga dilaksanakan dalam tiga periode. Pertama pada tahun 321 Hijriyah – 324 Hijriyah. Hasil peperangan ini adalah gencatan senjata. Kedua ekspansi militer dilaksanakan pada masa pemerintahan Dinasti Ikhsyid. Ketiga ekspansi dilakukan pada masa pemerintahan Al-Qasim dan Al-Mansur. Semua ekspansi itu belum dapat menaklukkan Mesir. Baru pada tahun 358 Hijriyah/ 969 Masehi Emir Mu’is Lidin Allah mengutus panglima perangnya yang gagah perkasa, Jauhar Al-Saqly bersama dengan prajurit yang terlatih mengadakan penyerangan ke Mesir. Jauhar Al-Saqly beserta bala tentaranya tidak mengalami kesulitan sama sekali untuk memasuki Mesir dan dengan demikian Mesir dapat ditaklukkan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ekspansi kali ini begitu mudah? Sedangkan ekspansi sebelumnya mengalami kesulitan? Hal ini disebabkan Dinasti Ikhsyid diperintah oleh Emir Ahmad ibn Ali dalam usia 11 tahun, sehingga roda pemerintahannya dijalankan oleh walinya Ubaidillah ibn Tugj yang berperingai buruk, sehingga dalam negeri Mesir sendiri terjadi pemberontakan antara rakyat dan Emirnya. Dengan dikalahkannya Dinasti Ikhsyid, maka berdirilah Dinasti Fatimiyah di Mesir, walaupun belum secara resmi .
B.     PERKEMBANGAN DINASTI FATIMIYAH DI MESIR
Masa perkembangan ini dimulai pada tahun 358 Hijriyah/ 969 Masehi sampai pada tahun 362 Hijriyah/ 973 Masehi. Perkembangan di bidang sosial, para pemimpin Fatimiyah tidak membedakan antara suku, etnis dan agama. Keadaan ini membawa ke arah kondisi yang selalu terbina, terpelihara dan tentram. Di bidang politik, mulai Al-Mu’z Lidin Allah memanggil dirinya dengan sebutan Al-Khalif, bukan lagi Emir. ) Hal ini menandakan bahwa kedudukan pemerintahan pemerintahan Dinasti Fatimiyah telah sejajar dengan kedudukan pemerintahan di Baghdad. Dan juga pada tanggal 17 Sya’ban 308 Hijriyah/ 969 Masehi telah diletakkan batu pertama oleh Jauhar Al-Saqly untuk membangun kota Kairo yang dipersiapkan sebagai ibu kota Negara. ) Dalam bidang agama atau pendidikan mulai dilaksanakan pembangunan Masjid Al-Azhar yang akan dipergunakan pusat dakwah dan sholat. Dan yang paling penting dalam perkembangan ini adalah cita-cita untuk menjadikan kota Kairo sebagai pusat-pusat kegiatan umat Islam, seperti tempat para ulama ahli sejarah, pusat kitab dan berbagai macam ilmu. ) Untuk ekspansi wilayah, setelah Mesir dikuasai, diarahkan ke wilayah timur, dari Afrika menuju Asia Barat yang meliputi Mekkah, Medinah, Damaskus, Yaman, Libanon, Palestina dan Al-Aqsa. )
C.    MASA KEMAJUAN YANG DICAPAI KHILAFAH FATIMIYAH
Dinasti Fatimiyah mencapai puncaknya pada periode Mesir, terutama pada masa kepemimpinan al-Mu’izz, al-Aziz dan al-Hakim. Puncaknya adalah masa al-Aziz. Mesir senantiasa berada dalam kedamaian dan kemakmuran rakyatnya karena keadilan dan kemurahhatian sang khalifah. Nama sang khalifah selalu disebutkan dalam khutbah-khutbah Jumat di sepanjang wilayah kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga Laut Merah. Al Aziz adalah khalifah kelima yang berkuasa di dinasti Fatimiyah dan merupakan khalifah pertama di Mesir.
Pada masa ini terjadi perluasan wilayah dan pembangunan dalam kerajaan dan wilayah kerajaan, istananya bisa menampung 30.000 tamu, masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, dan keamanan terjamin. Perekonomian dibangun, baik dari sektor pertanian, perdagangan maupun industri sesuai dengan perkembangan teknologi pada waktu itu. Sumbangan dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam sangat besar, baik dalam sistem pemerintahan, kebudayaan, politik maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan yang terlihat antara lain:
Di Bidang Pemerintahan, Fatimiyah berhasil mendirikan sebuah Negara yang sangat luas dan peradaban yang berlainan yang jarang disaksikan di Timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena sistem administrasinya yang sangat baik sekali, aktifitas artistiknya, luasnya toleransi religiusnya, efesiensi angkatan perang dan angkatan lautnya, kejujuran pengadilan-pengadilannya, dan terutama perlindungan terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di Bidang Kebudayaan, dinasti ini juga mencapai kemajuan pesat, terutama setelah didirikannya Masjid al-Azhar yang sekarang dikenal dengan Jami’at al-Azhar (universitas al-Azhar), yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan selanjutnya Masjid al-Azhar ini telah dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok Syiah maupun Sunni.
Di Bidang Politik, dilakukan oleh Khilafah Fatimiyah dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang bersifat politis yang dikeluarkan oleh khalifah, di antaranya:
1.      Pemindahan pusat pemerintahan dari Qairawan (Tunisia) ke Kairo (Mesir) adalah merupakan langkah strategis. Mesir akan dijadikan sebagai pusat koordinasi dengan berbagai Negara yang tunduk padanya, karena lebih dekat dengan dunia Islam bagian Timur, sedangkan Qairawan jauh di sebelah utara Benua Afrika.
2.      Perluasan wilayah. Pada masa khalifah al-Azis telah menguasai daerah yang meliputi negeri Arab sebelah timur sampai Laut Atlantik sebelah barat dan Asia kecil sebelah utara sampai Naubah sebelah selatan.
3.      Pembentukan Wazir Tanfiz yang bertanggung jawab mengenai pembagian kekuasaan pusat dan daerah. Namun Fatimiyah kurang berhasil di bidang politik dalam dan luar negeri, terutama ketika menghadapi kelompok nasrani dan sunni yang sudah lebih dahulu mapan dari pada Mesir.
Di Bidang Keilmuan dan Kesusastraan. Ilmuwan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu Killis yang berhasil membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli fisika bernama al-Tamimi dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad ibnu Yusuf al-Kindi dan seorang ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah adalah al-AAzis yang berhasil membangun masjid al-Azhar.
Kemajuan yang paling fundamental di bidang keilmuan adalah didirikannya lembaga keilmuan yang bernama Darul Hikam, serta pengembangan ilmu astronomi oleh ahli ibnu Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hayam karyanya tentang tematik, astronomi, filsafat fan kedokteran telah dihasilkan pada masa al-Mansur terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku dan 2400 illumited al-Qur’an. Di Bidang Ekonomi dan Sosial, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang mengungguli daerah-daerah lainnya dan hubungan dagang dengan dunia non muslim dibina dengan baik, serta di masa ini pula banyak dihasilkan produk islam yang terbaik. Dikisahkan pada suatu Festifal, khalifah sangat cerah dan berpakaian indah, istana khalifah dihuni 30.000 orang terdiri 1200 pelayan dan pengawal, juga masjid dan perguruan tinggi, rumah sakit dan pemondokan khalifah yang berukuran sangat besar menghiasi kota Kairo baru, pemandian umum yang dibangun dengan baik, pasar yang mempunyai 20.000 toko luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari seluruh dunia.
Kemakmuran Mesir ini terjadi pada masa pemerintahan al-Azis yang memiliki sifat dermawan dan tidak membedakan antara syi’ah dan sunni, Kristen dan agama lainnya, sehingga banyak dai sunni yang belajar ke al-Azhar. Walaupun dinasti ini bersungguh-sungguh dalam mensyi’ahkan orang Mesir tapi tidak ada pemaksaan, inilah salah satu bentuk kebijakan yang diambil oleh khalifah Fatimiyah yang imbasnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial masyarakat Mesir.
Dari pemaparan tersebut di atas dapatlah kiranya ditarik benang merah dari kemajuan yang dicapai Dinasti Fatimiyah antara lain karena:
a. Pemimpinnya Bijaksana
b. Militernya kuat.
c. Administrasi pemerintahannya baik.
d. Ilmu pengetahuan berkembang dan ekonomi stabil.
e. Kehidupan bermasyarakat tentram dan damai.

D.    MASA KEJAYAAN DINASTI FATIMIYAH
Setelah mengusai Mesir selama empat tahun (antara tahun 969 – 973 Masehi), Dinasti Fatimiyah telah mengalami masa kejayaan, yang ditandai dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Kairo pada tahun 973 Masehi/ 362 Hijriyah. ) Farhad Daftary melukiskan sebagai “The Fatimid Period is One the Documented Periods in Islamic History.” ) Zaman kejayaan ini ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang antara lain bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, administrasi pemerintahan, militer, arsitektur, seni dan sebagainya. Kemajuan bidang ilmu pengetahuan. Para pejabat pemerintah dan masyarakat sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya minat masyarakat yang selalu membanjiri pusat ilmu pengetahuan, sehingga membuat senang hati khalifah yang diwujudkan dengan memberi beasiswa bagi pelajar. ) Lembaga pendidikan banyak dibangun, seperti Universitas Al-Azhar ) dan Al-Hikmah ) yang dilengkapi dengan perpustakaan yang jumlah koleksi bukunya setara dengan perpustakaan Masjid Cordova di Spanyol. )
Ilmu-ilmu yang berkembang pada masa kejayaan ini dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, ilmu-ilmu dalam bidang agama, yang meliputi ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqh, ilmu tasawuf dan ilmu teologi. Kedua, dalam bidang aqliyah, meliputi filsafat, kedokteran, fisika, kimia, dan sejarah. Ilmu-ilmu tersebut dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyah yang telah berhasil mencetak pakar di bidang masing-masing. Seperti Al-Kindy ahli dalam bidang sejarah, Ibnu Al-Haitham ahli dalam bidang fisika, kimia dan optik, Ali ibn Yunus ahli dalam bidang astronomi, Muhammad Al-Tamimi, Musa ibn Al-Azhar dan Ali ibn Ridwan ahli dalam bidang kedokteran, Abu Al-A’la Al-Ma’ary ahli dalam bidang filsafat. )
Perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung oleh fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai menjadikan kairo sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam pada saat itu, sehingga banyak peninggalan-peninggalan Mesir yang dijadikan referensi dan menjadi kajian-kajian sepanjang zaman. Kemajuan di bidang ekonomi. Dengan daerah kekuasaan yang amat luas, Dinasti Fatimiyah sangat mudah untuk mengembangkan perekonomian. Kondisi masyarakat yang aman dan tenteram serta munculnya berbagai bangunan yang megah dapat dijadikan indikasi bahwa ekonomi di Mesir mapan. Boswoth melukiskan kemajuan di bidang ekonomi ini melebihi Irak kontemporer. )
Bukti kemapanan dan kemajuan perekonomian adalah dengan adanya bangunan-bangunan seperti masjid dan Universitas, juga rumah sakit, jalan protokoler yang dilengkapi dengan lampu gemerlapan dan dibangunnya pusat perbelanjaan (supermarket) yang jumlahnya lebih dari 20.000 buah. ) Kemajuan perekonomian juga dapat dilihat dari segi kemajuan peralatan rumah tangga dan alat dapur yang terbuat dari emas dan perak. ) Kemajuan di bidang politik. Ekspansi militer yang dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyah telah mencakup daerah yang sangat luas meliputi Mekkah, Medinah, Damaskus, Yaman, Libanon, Palestina dan Al-Aqsa. Dengan wilayah yang luas ini berarti kekuasaan Dinasti Fatimiyah membentang dari Atlantik di Barat hingga Yaman di Timur. ) Politik luar negeri yang dijalankan adalah menjalin kerjasama dengan Negara lain seperti Bizantium, Sind dan Yaman. ) Para duta besar yang dikirim membawa misi pemerintah melalui da’i-da’i. Kemajuan di bidang administrasi dan militer. Di bidang administrasi Negara secara umum tidak jauh berbeda dengan administrasi Negara yang telah dilaksanakan oleh Bani Abbasiyah, ) walaupun tidak persis sama sekali. Di dalam menjalankan roda pemerintahan ada system kementerian. Kementerian ini dapat dikategorikan menjadi dua kelas. Pertama, menteri peperangan (men of sword) yang terdiri dari pengawas militer, departemen pertahanan dan keamanan dan pejabat tinggi lainnya. Kedua, menteri kesekretarisan (men of the pen) yang terdiri Qoji (pemimpin percetakan), the chief preacher (pemimpin lembaga sains), the deputy chamberlain (duta besar) dan the reader (qori’). ) Dari tingkatan yang paling rendah dalam the men of the pen adalah para pembantu yang terdiri dari pegawai dan sekretaris suatu departemen.
Sedangkan di bidang militer pelaksanaannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu : (1) Amirs (pegawai tinggi dan pegawai khalifah) (2) officer of the guard (pegawai biasa termasuk ilmuan) dan (3) the different regiment (pegawai yang bertugas membawa nama-nama, seperti Hafiziyah, Sudaniyah dan sebagainya. ) Perkembangan di bidang arsitektur dan seni. Para khalifah Fatimiyah mengalir darah seni. Ketertarikannya terhadap bidang arsitektur dan seni terlihat dengan adanya gedung dan bangunan yang mempunyai nilai seni. Diantaranya adalah masjid-masjid seperti Al-Azhar, ) Masjid Al-Hakim ibn Amrillah, Masjid Al-Aqmar dan Masjid Al-Sholeh Thole. ) Di samping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal, seperti gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan dan lain-lain. Bangunan itu dibuat bukan hanya sangat megah, tetapi mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi yang tidak kalah dengan nilai-nilai arsitektur Romawi maupun Bizantium. Perkembangan seni bukan terbatas kepada bangunan dan gedung, seni ukir keramik atau tembikar juga sudah dikenal pada saat itu.
Masa kemajuan yang dialami oleh Dinasti Fatimiyah adalah hasil kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Bukti kerjasama ini telah terlihat tatkala Bani Fatimiyah baru menjalankan propaganda-propaganda (dakwah) yang mendapat sambutan yang sangat simpatik dari lapisan masyarakat di mana dakwah itu dilaksanakan.
E.     KEMUNDURAN DINASTI FATIMIYAH
Fase kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal dari adanya konflik dengan Yunani mengenai masalah Suriyah. Pada saat bersamaan muncul pula suatu aksi salib yang akan mengancam bahkan ingin menghancurkan Islam. Pada pertengahan abad 12 Masehi Wajir Fatimiyah menjalin kerjasama dengan Dinasti Zingiyah dan Nurudin dari Aleppo untuk melawan tentara salib akan tetapi Ascelon jatuh ke tangan Crusaders (salib). ) Sisi lain Dinasti Fatimiyah sudah terjadi perpecahan yang mengakibatkan para khalifah pada waktu itu kehilangan banyak kekuasaan, sedangkan wazirnya memegang kekuasaan eksekutif dan militer.
Kekacauan sekitar masalah suksesi menghilangkan anggapan Isma’iliyah transendensi imam, kenyataannya bahwa fungsi imam senantiasa mengalami pergeseran bertambah atau berkurang dari sifat ketuhanan. Kekacauan itu memuncak ketika terjadi keretakan antara Nizariyah dan Musta’liyah. Kondisi keretakan semacam ini berpengaruh terhadap stabilitas pemerintahan khalifah. ) Sepeninggal Al-Musta’ly digantikan oleh Amir sebagai penguasa di Mesir ketika masih berusia kanak-kanak. Sepeninggal Al-Amir Dinasti Fatimiyah di Mesir mengalami masa kehancuran pada saat itu timbul pertentangan faham keagamaan antara kalangan penguasa dengan mayoritas masyarakat yang menganut Sunni. Menurut Ahmad Amin dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir cukup lama tetapi belum bias men-Syi’ah-kan rakyat Mesir. ) Sementara di Aleppo Nur Al-Din mengadakan perjanjian dengan Bizantium dan ia ingin menaklukkan beberapa wilayah termasuk Mesir. Untuk itu Nur Al-Din mengirim jenderalnya ke Mesir untuk menaklukkan wilayah itu. Karena suasana anarkis telah melanda Dinasti Fatimiyah, maka akhirnya pada tahun 1171 Masehi Salahuddin dengan mudah menaklukkan dan sekaligus menghancurkan Dinasti Fatimiyah di Mesir.

















BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dinasti Fatimiyah menganut aliran Isma’iliyah dari faham Syi’ah. Sekte Syi’ah sendiri sepanjang sejarah menjadi masyarakat marginal baik pada masa Daulah Umayyah maupun Abbasiyah. Kemarginalan ini mendorong sekte Syi’ah untuk berjuang lebih keras agar dapat memperoleh kekuasaan.  Usaha untuk memperoleh kekuasaan disponsori oleh Ubaidillah Al-Mahdi dari aliran Isma’iliyah. Perjuangan Al-mahdi yang panjang dimulai dari pengasingannya di tanah Iran Utara. Dari sana ia mulai menghimpun kekuatan di bawah tanah selama kurang lebih enam tahun. Kegiatan di bawah tanah ini dijalankan melalui propaganda-propaganda (dakwah) dengan keramah tamahan dan kebaikan hati. Propaganda ini telah menarik simpati rakyat Afrika Utara sehingga Al-Mahdi dapat mengalahkan Dinasti Aghlabiyah di daerah Tunisia.
Setelah dapat dikalahkan Al-Mahdi baru memproklamasikan Dinasti Fatimiyah yang berkuasa di sana. Dari Tunisia gerakan propaganda-propaganda dikembangkan sampai ke wilayah Mesir. Dan akhirnya wilayah Mesir dapat diduduki dan menjadikan kota Kairo sebagai ibu kota pemerintahan. Dinasti Fatimiyah mulai membangun kota Kairo sebagai pusat kebudayaan umat Islam dan peninggalan-peninggalannya dijadikan kajian-kajian di masa-masa yang akan datang. Faham Syi’ah yang dianut oleh Dinasti Fatimiyah tidak dapat dijadikan faham rakyatnya sehingga sebagian besar rakyatnya menganut faham Sunni. Dalam perkembangannya Dinasti Fatimiyah mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri sehingga tidak bias mengantisipasi ancaman yang dating dari luar. Kondisi yang lemah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Salahuddin Al-Ayyubi untuk dapat menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir.
B.     Penutub

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Munim Hamadah, Misra wa al Fath al Islamy, t.t.p., 1970
Ahmad Amin, Zuhr al Islam, Juz IV, Beirut, t.t.p., 1969
A.    Latif Usman, Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta, Wijaya, 1976

CE. Bosworth, Dinasti-dinasti di Dalam Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung, Mizan, 1993

Farhad Daftary, The Ismailis: Their History and Doctrinnis, New York, Cabrigde,
University Press, 1990
Fazlur Rahman, Islam, Terj. Senoaji Sholeh, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 1979

Fuad M. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985

Glasse Cyril, Ensiklopedia Islam, Terj. Ghufron al Masadi, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 1996
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, UI Pres, 1974

Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al Daulah al Islamiyah, Mesir, Muktazam, 1958

Jurzy Zaidan, History of the Islamic Civilation, New Delhi, Kitab Bravan, 1978

K. Ali, A Study of Islamic History, India, Idarat Adaliat, 1980
Philip K. Hitti, History of the Arabs, London, Macmillan, 1968

Soekama Karya, dkk., Ensiklopedia Mini, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1998
Sayyed Hosen Nasr, Sains dan Peradaban di Dalam Islam, Terj. J. Wahyuddin, Bandung, Pustaka al Husna, 1986
Sayed Amoer Ali, A Sorth History of the Saracens, New Delhi, Kitab Bravan, 1981

Team Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam, Jakarta, Djambaran, 1992

Joesoef Souyb, Syiah, Studi Tentang tokoh dan Alirannya, Jakarta, al Husna Dikra, 1997